PENGARUH
CASH FLOW DI INDONESIA TERHADAP PERTUKARAN NILAI RUPIAH DENGAN USD
Krisis ekonomi yang terjadi di indonesia pada tahun
1997-1998 merupakan salah satu krisis ekonomi terparah sepanjang sejarah negara
indonesia. Hal ini terlihat jelas melalui penurunan nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS yang ditutup pada level 4.850/dollar AS pada tahun 1997 dan meluncurkan dengan cepat ke level Rp
13.800/dollar AS pada 22 januari 1998.
Nilai tukar rupiah kembali tertekan pada ekonomi di tahun 2015.
Pendorong pelemahan nilai tukar rupiah karena dolar Amerika Serikat (AS)
kembali perkasa.
Mengutip Data valuta
asing Bloomberg, pada
pukul 09.51 WIB, nilai tukar rupiah melemah ke level 13.469 per dolar AS.
Rupiah dibuka melemah ke level 13.459 per dolar AS dari penutupan perdagangan
kemarin di level Rp 13.456 per dolar AS. Pada hari ini, rupiah bergerak di
kisaran 13.455 per dolar AS hingga 13.482 per dolar AS.
Sedangkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah melemah ke level 13.468 per dolar AS jika dibandingkan dengan perdagangan sehari sebelumnya yang tercatat di level 13.444 per dolar AS.
Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta menjelaskan, pada perdagangan kemarin nilai tukar rupiah sempat menguat tipis. "Rupiah mampu menguat hingga kemarin sore setelah dollar AS melemah di Asia menyusul buruknya data AS di malam sebelumnya," tuturnya.
Namun pada perdagangan hari ini tekanan pelemahan rupiah berpeluang kembali terjadi akibat dollar index yang berhasil berbalik menguat dini hari tadi. "Paling tidak hingga September, dengan harapan kenaikan suku bunga the Fed yang meninggi, tekanan pelemahan rupiah diperkirakan masih akan terjaga," tuturnya.
Selain itu, mengutip Bloomberg, berdasarkan riset dari Nomura Holdings Inc , investor juga melepas rupiah karena adanya ekspentasi penurunan pertumbuhan ekonomi. Dalam risetnya, Nomura menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2015 akan berada di 4,5 persen. Proyeksi tersebut turun jika dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya yang ada di level 4,8 persen.
"Rupiah kembali tertekan seperti pada Mei 2015 lalu. Kami harapkan pertumbuhan bisa di level 5 persen namun kemungkinan hal tersebut tidak bisa terjadi," jelas Ekonom DBS Group Holding Ltd, SIngapura, Gundy Cahyadi.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan nilai tukar rupiah melemah terjadi karena faktor eksternal dan hampir semua mata uang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). "Rupiah itu pengaruhnya eksternal daripada internal karena semua mata uang hampir melemah terhadap dolar AS," kata JK.
Kondisi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, lanjut JK, tidak terlalu parah bila dibandingkan dengan kondisi Yen Jepang, Yuan Tiongkok, dan Ringgit Malaysia. "Kita tidak melemah melawan Yen, tidak melemah melawan Yuan, tidak melemah dengan Ringgit hanya melemah terhadap Dolar AS karena dia lebih kuat," imbuh JK.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah berusaha menjaga kualitas dalam negeri dan meningkatkan ekspor. Meski demikian, dirinya, paham pemerintah tidak bisa menguasai bila harga komoditas turun. (Gdn/Ndw)
Sedangkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah melemah ke level 13.468 per dolar AS jika dibandingkan dengan perdagangan sehari sebelumnya yang tercatat di level 13.444 per dolar AS.
Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta menjelaskan, pada perdagangan kemarin nilai tukar rupiah sempat menguat tipis. "Rupiah mampu menguat hingga kemarin sore setelah dollar AS melemah di Asia menyusul buruknya data AS di malam sebelumnya," tuturnya.
Namun pada perdagangan hari ini tekanan pelemahan rupiah berpeluang kembali terjadi akibat dollar index yang berhasil berbalik menguat dini hari tadi. "Paling tidak hingga September, dengan harapan kenaikan suku bunga the Fed yang meninggi, tekanan pelemahan rupiah diperkirakan masih akan terjaga," tuturnya.
Selain itu, mengutip Bloomberg, berdasarkan riset dari Nomura Holdings Inc , investor juga melepas rupiah karena adanya ekspentasi penurunan pertumbuhan ekonomi. Dalam risetnya, Nomura menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2015 akan berada di 4,5 persen. Proyeksi tersebut turun jika dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya yang ada di level 4,8 persen.
"Rupiah kembali tertekan seperti pada Mei 2015 lalu. Kami harapkan pertumbuhan bisa di level 5 persen namun kemungkinan hal tersebut tidak bisa terjadi," jelas Ekonom DBS Group Holding Ltd, SIngapura, Gundy Cahyadi.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan nilai tukar rupiah melemah terjadi karena faktor eksternal dan hampir semua mata uang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). "Rupiah itu pengaruhnya eksternal daripada internal karena semua mata uang hampir melemah terhadap dolar AS," kata JK.
Kondisi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, lanjut JK, tidak terlalu parah bila dibandingkan dengan kondisi Yen Jepang, Yuan Tiongkok, dan Ringgit Malaysia. "Kita tidak melemah melawan Yen, tidak melemah melawan Yuan, tidak melemah dengan Ringgit hanya melemah terhadap Dolar AS karena dia lebih kuat," imbuh JK.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah berusaha menjaga kualitas dalam negeri dan meningkatkan ekspor. Meski demikian, dirinya, paham pemerintah tidak bisa menguasai bila harga komoditas turun. (Gdn/Ndw)
Alasan yang Menyebabkan Kurs Dollar Terhadap Rupiah Semakin Naik
Semakin hari dolar semakin naik nilainya terhadap
rupiah. Seakan-akan rupiah tak ada nilainya, ditambah lagi susahnya mengais
rezeki demi sesuap nasi. Sudah begitu bahan kebutuhan pokok seperti, beras,
cabai, ayam, dan daging harganya juga ikut naik. Bagaimana rakyat tak menjerit
dengan keadaan yang seperti ini? Mereka pasti sangat sulit mencukupi kebutuhan
sehari-hari bahkan hingga menyekolahkan anak-anak mereka? Yah, inilah hidup
harus tetap dijalani meski banyak kesulitan di dalamnya.
Kenaikan harga bahan pokok akan
berimbas kepada lapisan masyarakat menengah ke bawah dan juga ke penjualnya.
Karena harganya mereka memilih bahan makanan lain yang harganya lebih murah.
Sehingga pendapatan sang penjual pun berkurang, apalagi jika ada tengkulak di
saat harga naik, tentu uang penjual akan terkuras habis untuk hal itu. Bukannya
dapat untung tetapi malah buntung karena konsumen menghindari harga bahan pokok
yang naik walaupun biasa dibelinya.
Meningkatnya perekonomian di Amerika Serikat
Untuk memulihkan ekonomi Amerika Serikat setelah krisis pada tahun 2008
membuat The Fed yang merupakan Bank Sentral Amerika berencana melakukan
tapering off atau pengurang quantitative easing yang disebut juga dengan
stimulus ekonomi. Rencana ini dikemukakan gubernur The Fed yaitu Ben Bernake
pada Mei 2013 menjadikan langkah awal penguatan dolar terhadap keuangan global,
sehingga suplai dolar menjadi berkurang.
Dampak sebaliknya diterima Indonesia yang merupakan negara berkembang,
mudah terdepresiasi nilai mata uangnya karena pengaruh penguatan mata uang
negara maju, khususnya Amerika Serikat. Nilai Mata uang Indonesia memiliki
karakteristik tersendiri, soft currency yang artinya sensitif sekali terhadap
kondisi perekonomian internasional. Spekulasi pada pasar finansial,
ketidakstabilan ekonomi maupun krisis finansial menyebabkan melemahnya nilai
soft currency.
Terus tertekan karena signal buruk dari The Fed
Saat The Fed merencanakan untuk memangkas pembelian obligasi di Mei 2013,
Indeks harga saham gabungan atau IHSG serta nilai tukar rupiah berfluktuasi
tajam. Berkenaan dengan hal tersebut, memunculkan kekhawatiran atas pemulihan
ekonomi di Amerika Serikat, yang mungkin saja berdampak pada kembalinya modal
dan mempengaruhi lalu lintas keuangan dunia.
Lemahnya nilai mata uang melanda seluruh dunia
Karena pemulihan perekonomian di Amerika Serikat, bersamaan dengan
pemangkasan stimulus yang dilakukan oleh The Fed, berdampak positif pada
penguatan dolar terhadap mata uang dunia. Kalau dibandingkan dengan nilai mata
uang negara lain, rupiah belum terlalu anjlok, tetapi tak juga dalam posisi
yang aman. Posisinya berada di tengah-tengah mata uang negara lain, juga tak
begitu menguntungkan.
Mata uang Malaysia, ringgitlah yang memimpin pelemahan nilai tukar terhadap mata uang dolar Amerika Serikat itu. Saat ini mengalami penurunan sekitar 16,79% kembali pada titik terendahnya 17 tahun yang lalu ketika krisis keuangan Asia terjadi di tahun 1998. Dan masih banyak negara lain yang mengalami penurunan nilai mata uangnya terhadap dolar Amerika. Itulah negara Adidaya, dampaknya hingga ke seluruh dunia.
Mata uang Malaysia, ringgitlah yang memimpin pelemahan nilai tukar terhadap mata uang dolar Amerika Serikat itu. Saat ini mengalami penurunan sekitar 16,79% kembali pada titik terendahnya 17 tahun yang lalu ketika krisis keuangan Asia terjadi di tahun 1998. Dan masih banyak negara lain yang mengalami penurunan nilai mata uangnya terhadap dolar Amerika. Itulah negara Adidaya, dampaknya hingga ke seluruh dunia.
Harga komoditas ekpor Indonesia harganya anjlok
Pelemahan mata uang yang terjadi di dunia terhadap mata uang dolar, berefek
pada menurunnya permintaan barang komoditas ekspor Indonesia, seperti minyak
nabati, batubara, tekstil dan produk tekstil, barang logam tidak mulia, karet
olahan, ataupun kayu olahan. Sheingga, harganyapun menjadi anjlok di pasar
dunia dan mempengaruhi neraca perdagangan hingga akhirnya menambah lemahnya
nilai rupiah terhadap dollar.
Kinerja ekspor semakin merosot
Karena penurunan permintaan barang komoditas ekspor Indonesia, menyebabkan
merosotnya kinreja ekspor. Yang terjadi seharusnya adalah saat rupiah melemah,
ekspor mestinya mengalami kenaikan. Tetapi, karena anjloknya harga dan
permintaan barang komoditas, maka pengaruhnya pada neraca perdagangan sangatlah
jelek dan hal ini mendorong semakin melemahnya nilai rupiah.
Impor barang tinggi
Entah mengapa, padahal produk hasil dalam negeri tak kalah dengan produk
olahan negara lain. Namun, banyak dari masyarakat lebih memilih produk luar
negeri yang menurutnya lebih nampak mewah dan elegan. Bukan hanya itu saja,
sejak 6 tahun belakangan ini Indonesia melakukan impor barang modal dan
konsumsi naik drastis, pengaruhnya menekan neraca perdagangan. Itulah juga
faktor pendorong melemahnya rupiah sejak tahun 2013. Walaupun satu tahun
terakhir ini sudah terjadi penurunan impor barang, tetapi belum cukup
signifikan dalam pelemahan nilai rupiah terhadap dolar.